Halaman

Sabtu, 11 Januari 2014

Purworejo Berirama - Tugas Pendidikan Pancasila

TUGAS PENDIDIKAN PANCASILA

Identitas Lokal


PURWOREJO BERIRAMA
Bersih, Indah, Rapi, Aman





  Miftachurohman
12/334974/PN/12969






Fakultas Pertanian
Universitas Gadah Mada
Yogyakarta
2012


======================================================================
BAB I
PENDAHULUAN

Kabupaten Purworejo (Jawa: purwareja), adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Tengah. Ibukota berada di kota Purworejo. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten Magelang di utara, Kabupaten Kulon Progo (Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta di timur), Samudra Hindia di selatan, serta Kabupaten Kebumen di sebelah barat. Kabupaten Purworejo terletak pada posisi 109o 47’28” – 110o 8’20” Bujur Timur dan  7o 32’ – 7o 54 Lintang Selatan.

Logo Kabupaten Purworejo


Secara topografis, Kabupaten Purworejo merupakan wilayah beriklim tropis basah dengan suhu antara 19 C – 28 C, sedangkan kelembaban udara antara 70% - 90% dan curah hujan tertinggi pada bulan Desember 311 mm dan bulan Maret 289 mm. Kabupaten Purworejo memiliki luas 1.034,81752 km2 . Bagian selatan wilayah Kabupaten Purworejo merupakan dataran rendah. Bagian utara berupa pegunungan, bagian dari Pegunungan Serayu. Di perbatasan dengan DIY, membujur Pegunungan Menoreh. Purworejo berada di jalur utama lintas selatan Pulau Jawa. Kabupaten ini juga dilintasi jalur kereta api, dengan stasiun terbesarnya di Kutoarjo. Kabupaten Purworejo terdiri atas 16 kecamatan, yang dibagi lagi atas sejumlah 469 desa dan 25 kelurahan. Pusat pemerintahan berada di Kecamatan Purworejo. Kondisi demografi kabupaten Purworejo pada tanggal 22 Mei 2010 tercatat bahwa jumlah penduduk di kabupaten purworejo sebanyak 898,631.

SAlah satu sudut Kota Purworejo




BAB II
ISI

    A.   Sejarah Purworejo

Hamparan wilayah yang subur di Jawa Tengah Selatan antara Sungai Progo dan Cingcingguling sejak jaman dahulu kala merupakan kawasan yang dikenal sebagai wilayah yang masuk Kerajaan Galuh. Oleh karena itu menurut Profesor Purbocaraka, wilayah tersebut disebut sebagai wilayah Pagaluhan dan kalau diartikan dalam bahasa Jawa, dinamakan : Pagalihan. Dari nama “Pagalihan” ini lama-lama berubah menjadi : Pagelen dan terakhir menjadi Bagelen. Di kawasan tersebut mengalir sungai yang besar, yang waktu itu dikenal sebagai sungai Watukuro. Nama “ Watukuro “
Peta wilayah Kabupaten Purworejo


Pada bulan Asuji tahun Saka 823 hari ke 5, paro peteng, Vurukung, Senin Pahing (Wuku) Mrgasira, bersamaan dengan Siva, atau tanggal    5 Oktober 901 Masehi, terjadilah suatu peristiwa penting, pematokan Tanah Perdikan (Shima). Peristiwa ini dikukuhkan dengan sebuah prasasti batu andesit yang dikenal sebagai prasasti Boro Tengah atau Prasasti Kayu Ara Hiwang. Prasasti yang ditemukan di bawah pohon Sono di dusun Boro tengah, Kecamatan Banyuurip dan sejak tahun 1890 disimpan di Museum Nasional Jakarta Inventaris D 78 Lokasi temuan tersebut terletak di tepi sungai Bogowonto, seberang Pom Bensin Boro.

Dalam Prasasti Boro tengah atau Kayu Ara Hiwang tersebut diungkapkan, bahwa pada tanggal 5 Oktober 901 Masehi, telah diadakan upacara besar yang dihadiri berbagai pejabat dari berbagai daerah, dan menyebut-nyebut nama seorang tokoh, yakni : Sang Ratu Bajra, yang diduga adalah Rakryan Mahamantri/Mapatih Hino Sri Daksottama Bahubajrapratipaksaya atau Daksa yang di identifikasi sebagai adik ipar Rakal Watukura Dyah Balitung dan dikemudian hari memang naik tahta sebagai raja pengganti iparnya itu.

Pematokan (peresmian) tanah perdikan (Shima) Kayu Ara Hiwang dilakukan oleh seorang pangeran, yakni Dyah Sala (Mala), putera Sang Bajra yang berkedudukan di Parivutan.

Disebut-sebutnya “guha” dalam prasasti Kayu Ara Hiwang tersebut ada dugaan, bahwa guha yang dimaksud adalah gua Seplawan, karena di dekat mulut gua Seplawan memang terdapat bangunan suci Candi Ganda Arum, candi yang berbau harum ketika yoninya diangkat. Sedangkan di dalam gua tersebut ditemukan pula sepasang arca emas dan perangkat upacara. Sehingga lokasi kompleks gua Seplawan di duga kuat adalah apa yang dimaksud sebagai “parahyangan” dalam prasasti Kayu Ara Hiwang.

Upacara 5 Oktober 901 M di Boro Tengah tersebut dihadiri sekurang-kurangnya 15 pejabat dari berbagai daerah. Kepada para pejabat tersebut diserahkan pula pasek-pasek berupa kain batik ganja haji patra sisi, emas dan perak. Peristiwa 5 Otober 901 M tersebut akhirnya pada tanggal 5 Oktober 1994 dalam sidang DPRD Kabupaten Purworejo dipilih dan ditetapkan untuk dijadikan Hari jadi Kabupaten Purworejo. Normatif, historis, politis dan budaya lokal dari norma yang ditetapkan oleh panitia, yakni antara lain berdasarkan pandangan Indonesia Sentris.

Paska Perang Jawa, kawasan Kedu Selatan yang dikenal sebagai Tanah Bagelen dijadikn Karesidenan Bagelen dengan Ibukota di Purworejo, sebuah kota baru gabungan dari 2 kota kuno, Kedungkebo dan Brengkelan.

Dalam perjalanan sejarah, akibat ikut campur tangannya pihak Belanda dalam bentrokan antara para bangsawan kerajaan Mataram, maka wilayah Mataram dipecah mejadi dua kerajaan. Kasunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta. Tanah Bagelen akibat Perjanjian Giyanti 13 pebruari 1755 tersebut sebagai wilayah Negara Gung juga dibagi, sebagian masuk ke Surakarta dan sebagian lagi masuk ke Yogyakarta, namun pembagian ini tidak jelas batasnya sehingga oleh para ahli dinilai sangat rancu diupamakan sebagai campur baur seperti “rujak”.

Dalam Perang Diponegoro abad ke XIX, wilayah Tanah Bagelen menjadi ajang pertempuran karena pangeran Diponegoro mndapat dukungan luas dari masyarakat setempat. Pada Perang Diponegoro itu, wilayah Bagelen dijadikan karesidenan dan masuk dalam kekuasaan Hindia Belanda dengan ibukotanya Kota Purworejo. Wilayah karesidenan Bagelen dibagi menjadi beberapa kadipaten, antara lain kadipaten Semawung (Kutoarjo) dan Kadipaten Purworejo dipimpin oleh Bupati Pertama Raden Adipati Cokronegoro Pertama. Dalam perkembangannya, Kadipaten Semawung (Kutoarjo) kemudian digabung masuk wilayah Kadipaten Purworejo.

Dengan pertimbangan strategi jangka panjang, mulai 1 Agustus 1901, Karesienan Bagelen dihapus dan digabungkan pada karesidenan kedu. Kota Purworejo yang semula Ibu Kota Karesidenan Bagelen, statusnya menjadi Ibukota Kabupaten.

Tahun 1936, Gubernur Jenderal Hindia belanda merubah administrasi pemerintah di Kedu Selatan, Kabupaten Karanganyar dan Ambal digabungkan menjdi satu dengan kebumen dan menjadi Kabupaten kebumen. Sedangkan Kabupaten Kutoarjo juga digabungkan dengan Purworejo, ditambah sejumlah wilayah yang dahulu masuk administrasi Kabupaten Urut Sewu/Ledok menjadi Kabupaten Purworejo. Sedangkan kabupaten Ledok yang semula bernama Urut Sewu menjadi Kabupaten Wonosobo.

  
     B.   Tokoh Dari Purworejo

1. Jan Toorop, pelukis Belanda.
2. A.J.G.H. Kostermans, pakar botani Indonesia.
3. Ahmad Yani, pahlawan revolusi.
4. Sarwo Edhie Wibowo, mertua presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
5. Bustanul Arifin, mantan Kabulog Orde Baru
6. Oerip Soemohardjo, pendiri TNI.
8. Syekh Imam Puro, Ulama Purworejo.
9. Wage Rudolf Soepratman, pencipta lagu kebangsaan "Indonesia Raya"
10. Kyai Sadrach, Tokoh Penginjil Jawa; Perintis Gereja Kristen Jawa (GKJ).
11.  Danurwindo, mantan pemain dan pelatih Timnas Indonesia, asli Kutoarjo.
12.  Erman Suparno,(mentri Tenaga Kerja Kabinet Indonesia Bersatu).
13.  Slamet Kirbiantoro, mantan Pangdam Jaya.
14.  Supriyatno Koord. Muda Ganesha 2006.
15.  Endriartono Sutarto,mantan Panglima TNI 2006.
16.  Kasman Singodimedjo,tokoh pergerakan 1945.
17.  Herman Alex Veenstra, olahragawan polo air Belanda
18.  Winoto Danoe Asmoro, kepala rumah tangga presiden Soekarno
19.  Mardiyanto, mantan Mendagri KIB I
20.  Soebrantas Siswanto, mantan Gubernur Riau
21.  Tafsir Nuchamid, wakil Rektor-II Universitas Indonesia
22.  Aris Yunanto, Kepala Inkubator Bisnis Universitas Indonesia
23. Karel Heijting, pemain sepak bola Belanda

Ahmad Yani
salah satu pahlawan dari Purworejo



       C.   Lambang

Lambang Kabupaten Purworejo

Lambang daerah berbentuk perisai dengan gaya artistik yang berisi makna sebagai berikut:

Pohon Beringin
:
bermakna rasa kebangsaan dan pengayoman
Bedug dengan 17 pantek
:
merupakan ciri khas daerah Purworejo, dengan keistimewaannya yang terbuat dari kayu jati utuh merupakanyang terbesar di Indonesia
Cakra dengan 17 mata
:
dalam cerita pewayangan merupakan senjata Wisnu dalam tugasnya memelihara kesejahteraan dan memberantas angkara murka
Bintang segi lima
:
menunjukkan bahwa Rakyat Purworejo adalah masyarakat yang Berketuhanan YME
Pita merah putih
:
menunjukkan bahwa Purworejo adalah bagian dari negara Republik Indonesia
Gelombang di kanan-kiri bintang
:
menggambarkan keadaan alam Purworejo yang disebelah utara merupakan daerah pegunungan yang penuh dengan kekayaan alam
Garis-garis putih dibawah gelombang hijau
:
menggambarkan keadaan alam Purworejo yang mempunyai sungai-sungai yang sangat penting terutama untuk pertanian misalnya S. Bogowonto dan S. Jali
Petak-petak dibawah garis
:
menggambarkan keadaan alam yang bagian tengah dan selatan penuh dengan sawah dan ladang
Padi 45 butir dan kapas 8 buah
:
menggambarkan cita-cita masyarakat menuju masyarakat adil dan makmur.
Catatan : cakra 17 mata, kapas 8 buah, padi 45 butir- melambangkan kesetiaan rakyat Purworejo pada Proklamasi 17-8-1945
Tiang di tepi kanan dan kiri
:
merupakan lambang penegakkan kebenaran dan keadilan
Lipatan-lipatan / wiron di kanan kiri bawah
:
lambang kerapihan, kehalusan, keramahan, kehalusan budi
Bokor dengan style kepala banteng
:
bokor adalah wadah / tempat, melambangkan kebesaran jiwa rakyat dan pemerintah daerah yang mampu menampung berbagai masalah kehidupan. Kepala banteng lambang kerakyatan atau keinginan mewujudkan Demokrasi Pancasila
Pita putih bertuliskan PURWOREJO
:
bermakna kesucian, ketulusan, keluhuran budi
Rantai
:
lambang kemanuasiaan dan gotong royong. Bentuk persegi lambang wanita, bentuk bulat lambang pria
Dasar hitam
:
bermakna keabadian, keteguhan hati, ketenangan


      D.   Pariwisata
1.      Goa Seplawan
Goa Seplawan terletak di Desa Donorejo, Kecamatan Kaligesing dengan jarak tempuh + 20 km ke arah Timur dari pusat kota Purworejo dengan ketinggian 700 m dpl sehingga udaranya sangat sejuk. Goa ini memiliki ciri khusus berupa ornamen yang terdapat di dalam goa, antara lain staklatit, staklamit, flowstone, helekit, soda straw, gower dam dan dinding-dindingnya berornamen seperti kerangka ikan. Panjang Goa Seplawan + 700 m dengan cabang-cabang goa sekitar 150-300 m dan berdiameter 15 m. Goa alam yang sangat menakjubkan ini menjadi semakin terkenal dengan diketemukannya arca emas Dewa Syiwa dan Dewi seberat 1,5 kg pada tanggal 28 Agustus 1979 yang sekarang arca tersebut disimpan di Museum Nasional Jakarta.
Replika patung yang ditemukan di Goa Seplawan


Goa ini menjadi istimewa karena disebut-sebut dalam Prasasti Kayu Arahiwang. Dalam prasasti itu dengan jelas disebutkan bahwa salah satu tempat yang harus dijaga karena kesuciannya adalah Goa Seplawan.

Dan agaknya hal itu memang benar. Karena saat pertama kali ditemukan pada tanggal 28 Agustus 1979, di dalam salah satu lorong goa ditemukan sebuah arca sepasang dewa dewi yang terbuat dari emas murni. Keberadaan patung sepasang dewa dewi yang tak lain adalah Dewa Syiwa dan Dewi Parwati ( seberat 1,5 kg ) tersebut, menunjukkan kalau Goa Seplawan sebelumnya dijadikan sebagai tempat pemujaan.


Kondisi di dalam Goa Seplawan


Patung itu kemudian dibawa ke Jakarta dan disimpan di Musium Nasional Jakarta. Selain sakral, goa ini juga memiliki keindahan yang sangat luar biasa. Hamparan stalaktit dan stalagnit di setiap lorong goa, menciptakan kesan tersendiri bagi para pengunjung goa. Tak hanya itu gemericik air yang menetes dari bebatuan penyusun goa mampu menenangkan hati siapapun yang masuk ke dalamnya.

Di dekat mulut Goa Seplawan terdapat candi Gondoarum. Candi Gondoarum sendiri saat ini nyaris tak berbentuk lagi. Yang tersisa hanyalah bekas-bekas pondasi dasar candi, yang sepintas terlihat mirip batu biasa yang berserakan. Hanya saja yang membedakan adalah, adanya beberapa guratan ukiran pada beberapa sisi batu yang bila dirangkai bisa saling berhubungan.
Gardu Pandang di Goa Seplawan


“ Candi ini diduga lebih tua dari pada Candi Borobudur. Dan disebut Gondoarum karena waktu lingga yoninya diangkat, keluar semerbak bau harum. Sehingga sampai sekarang tidak ada orang yang berani berbuat jelek di tempat ini. “

Letak lingga yoni itu sendiri tepat di samping candi, dan sekarang telah dibuatkan satu cungkup sederhana untuk melindunginya. Sebenarnya pihak museum berniat mengamankan benda itu. Namun sepertinya “ penunggu “nya tidak mengijinkan. Sehingga sampai sekarang batu yang merupakan simbol penyatuan kehidupan tersebut tetap dibiarkan di tempat semula.
Penginapan sebagai fasilitas di Goa seplawan

2.      Pantai Jatimalang
Obyek pariwisata ini terletak di Desa Jatimalang, Kecamatan Purwodadi yang berjarak +18 Km dari pusat Kota Purworejo. Obyek wisata Pantai Jatimalang merupakan obyek wisata alam dengan perpaduan antara hamparan rawa/ tambak dan keindahan Pantai Laut Selatan.

Kawasan Pantai Jati Malang

Menurut searah, pantai ini pada tahun 1942 pernah dijadikan sebagai tempat pendaratan kapal yang mengangkut tentara Jepang. Hal ini dapat dimungkinkan karena disamping daerahnya sepi, Pantai Jatimalang sangat mudah dijangkau dan tidak begitu jauh dari pemukiman. Obyek wisata ini telah dilengkapi beberapa sarana prasarana seperti jalan hotmix sampai tepi pantai, bangunan gasebo, hiburan café, dan karaoke.

3.      Curug Muncar
Air terjun Curug Muncar terletak 45 km arah barat laut dari pusat Kota Purworejo. Tepatnya terletak di Desa Kaliwungu, Kec. Bruno, di Kawasan Perhutani. Air terjun ini berada di ketinggian 900 m diatas permukaan laut. Curug Muncar ini masih sangat alami, belum tersentuh oleh bermacam-macam teknologi manusia. Oleh karena itu jika Anda menyukai petualangan alam maka Curug Muncar dapat menjadi pilihan yang tepat. Pengunjung yang pernah ke lokasi ini umumnya mengaku puas dapat menikmati keasrian alam sebagai kekayaan bumi nusantara.
Kawasan Curug Muncar

4.      Pantai Pasir Puncu & Ketawang
Selain Pantai Jatimalang, di Kabupaten Purworejo masih ada obyek wisata pantai lain yaitu Pantai Pasir Puncu dan Ketawang yang terletak di Desa Harjobinangun, dan Ketawang Kec. Grabag, sekitar 22 km dari pusat kota Purworejo. Pantai Pasir Puncu dan Ketawang memiliki pesona yang hampir sama dengan Pantai Jatimalang.

Akses jalan menuju pantai ini juga relatif tidak sulit. Bila kita berangkat dari terminal Harjobinangun jauhnya sekitar 2 km sehingga dapat ditempuh dengan ojek atau dokar. Sehingga para pengunjung dapat menikmati deburan ombak dan semilir angin pantai. Selamat mengunjungi.

Untuk lebih menarik minat pengunjung dan investor Pemda setempat pada momen tertentu menggelar acara lomba pacuan kuda, dan balap motor (racing) di pantai ini. Namun, karena belum terjadwal rutin, penggarapannya pun masih terlihat amatiran. Dalam kaitan ini, diperlukan “tangan” event organizer untuk penyelenggaraannya.

5.      Benteng Pendem
Benteng Pendem terletak di perbukitan Dukuh Kaliwaru, Dusun Bapangsari Krendetan, Kec. Bagelen di ketinggian 200 m di atas permukaan laut. Benteng Pendem ini merupakan peninggalan tentara Jepang yang dibangun pada 1945 dengan jumlah seluruhnya 29 buah. Di masa perang dulu tujuan dibangunnya benteng ini adalah sebagai tempat pertahanan dan pengintaian Jepang dalam menghadapi musuh, terutama yang datang dari arah Laut Selatan. Sayangnya, sebagai saksi bisu sejarah, benteng ini kurang terawat. Di masa datang diharapkan benteng ini dapat menjadi perhatian Pemda terutama aspek perawatannya sehingga dapat menarik minat wisatawan untuk berkunjung. Selama ini lokasi Benteng banyak dikunjungi muda-mudi sebagai tempat rekreasi.


6.  Wisata Religi: Bedug Kyai Bagelen
Di kabupaten Purworejo, terdapat bedug Bagelen. Bedug ini adalah bedug terbesar dii dunia. Bedug ini turut memberiksn peran bagi perkembangan islam di Jawa Tengah. Bedug ini terletak di Masjid Darul Muttaqin, Purworejo. Bedug ini tetap menjadi fungsinya, ditabuh sebagai penanda waktu sholat. Ukuran atau spesifikasi bedug ini adalah : Panjang 292 cm, keliling bagian depan 601 cm, keliling bagian belakang 564 cm, diameter bagian depan 194 cm, diameter bagian belakang 180 cm. Bagian yang ditabuh dari bedug ini dibuat dari kulit banteng.
Bedug Kyai Bagelen sebagai bedug terbesar di dunia



     E.   Kuliner
      
     Beberapa masakan dan makanan khas Purworejo antara lain:
Cenil

   1.  Dawet Hitam: sejenis cendol yang berwarna hitam, sangat digemari pemudik       dari Jakarta.
   2. Tahu Kupat (beberapa wilayah menyebut "kupat tahu"), sebuah masakan yang    berbahan dasar tahu dengan bumbu pedas yang terbuat dari gula jawa cair dan      sayuran seperti kol dan kecambah.
   3. Geblek : makanan yang terbuat dari tepung singkong yang dibentuk seperti        cincin, digoreng gurih
   4. Clorot : makanan terbuat dari tepung beras dan gula merah yang dimasak dalam   pilinan daun kelapa yang masih muda (janur kuning). (Berasa dari kecamatan       Grabag)
  5. Rengginang : gorengan makanan yang terbuat dari ketan yang dimasak, berbentuk bulat, gepeng.
   6.  Lanting : makanan ini bahan dan bentuknya hampir sama dengan geblek, hanya saja ukurannya lebih kecil. Setelah digoreng lanting terasa lebih keras daripada geblek. Namun tetap terasa gurih dan renyah.
  7. Kue Satu : Makanan ini terbuat dari tepung ketan, berbentuk kotak kecil berwarna krem, dan rasanya manis
   8. Kue Lompong : Berwarna hitam, dari gandum berisi kacang dan dibugkus dengan daun pisang yang telah mengering berwarna kecoklatan (klaras).
     9.  Tiwul punel: Terbuat dari gaplek ubi kayu
  10. Krimpying : Makanan ini berbahan dasar singkong, seperti lanting tapi berukuran lebih besar dan lebih keras, berwarna krem, bentuknya bulat tidak seperti lanting yang umumnya berbentuk seperti angka delapan. Rasa makanan ini gurih.
    11.  cenil: makanan ini tebuat dari tepung ketela.
   12.  Awuggawug: terbuat dari tepung beras ketan yang berisi gula jawa rasanya manis.
    13.  Lapis: dari tepung beras ketan.
Clorot

Kue Lompong

Kue Lompong

Dawet Ireng


    F.    Kesenian

Purworejo memiliki kesenian yang khas, yaitu dolalak, tarian tradisional diiringi musik perkusi tradisional seperti : Bedug, rebana, kendang. Satu kelompok penari terdiri dari 12 orang penari, dimana satu kelompok terdiri dari satu jenis gender saja (seluruhnya pria, atau seluruhnya wanita). Kostum mereka terdiri dari : Topi pet (seperti petugas stasiun kereta), rompi hitam, celana hitam, kacamata hitam, dan berkaos kaki tanpa sepatu (karena menarinya di atas tikar). Biasanya para penari dibacakan mantra hingga menari dalam kondisi trance (biasanya diminta untuk makan padi, tebu, kelapa) kesenian ini sering disebut juga dengan nama Dolalak. Tarian ini merupakan peninggalan pada zaman penjajahan Belanda. Asal kata Dolalak adalah dari not Do dan La karena tarian ini diiringi hanya dengan alat musik dua nada, tentunya pada zaman dulu awal mula Dolalak.

Penari Dolalak


Seiring perkembangan zaman dan teknologi, tarian Dolalak sekarang sudah diringi dengan musik modern, yaitu keyboard. Lagu-lagu yang dimainkan pun bervariasi dan beragam.

Penari Dolalak pada mulanya dilakukan oleh para lelaki, berseragam hitam dan bercelana pendek. Seragam ini menirukan seragam tentara belanda pada zaman dahulu. Seiring waktu, muncullah generasi-generasi penari putri dengan disertai modifikasi-modifikasi seragam. Dan sekarang, keberadaan penari putra amat jarang, salah satu grup penari yang masih memiliki penari putra adalah grup tari Dolalak dari Kaligesing. Penari-penari Dolalak bisa mengalami trance, yaitu suatu kondisi mereka tidak sadar karena sudah begitu larut dalam tarian dan musik. Tarian Dolalak saat ini sudah berkembang pesat bahkan sudah menjadi brand image Kabupaten Purworejo.

Dolalak semakin populer di kalangan generasi muda. Hal ini tidak luput dari peran Pemerintah Daerah Purworejo yang terus mengembangkan dan melestarikan kesenian asli daerah Purworejo ini. Bahkan di setiap event-event tingkat nasional kesenian Dolalak selalu tampil sebagai suatu kesenian yang unik. Di setiap lomba-lomba kesenian tingkat nasional kesenian Dolalak selalu menjuarai.
Parade Tari Dolalak di Alun-alun Purworejo dalam rangka memecahkan rekor muri



Kesenian Dolalak selalu ditampilkan dalam Dirgahayu Kemerdekaan Republik Indonesia, Jambore Pramuka dari tingkat daerah sampai Nasional, pertunjukkan budaya antar daerah, bahkan sudah melanglang ke beberapa negara di Asia dan Eropa. Oleh karena itu Dolalak perli dipatenkan sebagai kesenian asli Indonesia pada umumnya dan menjadi kesenian asli daerah Kabupaten Purworejo pada khususnya.    



BAB III
PENUTUP

Purworejo merupakan kabupaten yang sangat kaya akan kearifan lokal. Kearifan lokal ini dapat menjadi nilai jual tersendiri bagi kabupaten purworejo. Jika hal ini dapat dimanfaatkan dengan maksimal oleh pemerintah daerah, maka dapat dipastikan Kabupaten purworejo dapat mempunyai penghasilan asli daerah yang yang sumber utamanya adalah dari implementasi learifan lokal kabupaten Purworejo, yaitu sektor pariwisata. Maka dari itu, sebaiknya pemerintah daerah harus mengelola kearifan lokal yang dimiliki kabupaten Purworejo agar kabupaten Purworejo tetap berirama.















2 komentar: