Halaman

Jumat, 25 Oktober 2013

SALINITAS SEBAGAI FAKTOR PEMBATAS ABIOTIK

LAPORAN  RESMI
PRAKTIKUM DASAR-DASAR EKOLOGI
ACARA I

SALINITAS SEBAGAI FAKTOR PEMBATAS ABIOTIK



Disusun oleh:
Nama                : Miftachurohman
NIM                 : 12/334974/PN?12969
Gol/Kel            : A1 / V
Asisten             :
1.      Aida Kusumastuti
2.      Cerah Bintara Nurman
3.      Wildan Karim



LABORATORIUM EKOLOGI TANAMAN
JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2013
========================================================



ACARA 1
SALINITAS SEBAGAI FAKTOR PEMBATAS ABIOTIK

I.            TUJUAN

  1. 1   Mengetahui dampak salinitas terhadap pertumbuhan tanaman.
  2.      Mengetahui tanggapan beberapa macam tanaman terhadap tingkat salinitas yang berbeda.


II.            TINJAUAN PUSTAKA
Ekologi adalah ilmu yang mempelajari interaksi antara organisme dengan lingkungannya dan yang lainnya. Pembahasan ekologi tidak lepas dari pembahasan ekosistem dengan berbagai komponen penyusunnya, yaitu faktor abiotik dan biotik. Faktor abiotik antara lain suhu, air, kelembaban, cahaya, dan topografi, sedangkan faktor biotik adalah makhluk hidup yang terdiri dari manusia, hewan, tumbuhan, dan mikroba. Ekologi juga berhubungan erat dengan tingkatan-tingkatan organisasi makhluk hidup, yaitu populasi, komunitas, dan ekosistem yang saling memengaruhi dan merupakan suatu sistem yang menunjukkan kesatuan. (Anonim, 2012).

Organisme hidup dan lingkungan mati tidak dapat dipisahkan dan saling berinteraksi satu sama lain. Beberapa kesatuan yang termasuk seluruh organisme yang berfungsi bersama didalam emmberikan daerah interaksi dengan lingkungan fisik. Jadilah sebuah arus energi yang merupakan struktur biotik dan merupakan siklus materi diantara bagian hidup ( biotik) dan bagian mati (abiotik) disebut sistem ekologi atau ekosistem(Odum, 1983).

Dalam hukum toleransi Shelford dikatakan bahwa besar populasi dan penyebaran suatu jenis makhluk hidup dapat dikendalikan dengan faktor yang melampaui batas toleransi maksimum atau minimum dan mendekati batas toleransi maka populasi atau makhluk hidup itu akan berada dalam keadaan tertekan (stress) sehingga apabila melampaui batas itu maka makhluk hidup itu akan mati dan populasinya akan punah dari sistem tersebut. Untuk menyatakan derajat toleransi sering dipakai istilah steno untuk sempit dan euri untuk luas. Semua faktor fisik alami tidak hanya merupakan faktor pembatas dalam arti yang merugikan akan tetapi juga merupakan faktor pengatur dalam arti yang menguntungkan sehingga komunitas selalu dalam keadaan keseimbangan atau homeostatis (Prasetyo, 2010).

Dua faktor lingkungan yang dapat mengurangi produktivitas tanaman adalah kekeringan dan salinitas. Salinitas adalah salah satu faktor yang menghambat peningkatan produksi pada tanaman di dunia. Salinitas pada tanaha atau air adalah hal yang sering terjadi pada lahan kering dan agaka kering. Salinitas dapat merusak germinasi pada benih, mengurangi pembentukan nodul, menghambat pertumbuhan tanaman, dan mengurangi produktifitas tanaman(Jamil et al, 2006).

Salinisasi adalah proses yang dihasilkan dari(Lewis, 2011):
1.      tinggi kadar garam dalam air.
2.      Tren iklim yang mendukung akumulasi
3.      Kegiatan manusia seperti pembukaan lahan, kegiatan budidaya dan pengasinan jalan yang tertutup es
4.      Lanskap fitur yang memungkinkan untuk menjadi garam

perbaikan cara bertanam untuk mengurangi dampak salinitas merupakan teknik mekanik yang meliputi pengaturan pembuatan bendengan, pengaturan irigasi, dan cara penempatan benih atau bibit tanaman. bedengan dibuat untuk menghindari akumulasi garam di perakaran. Pengairan dilakukan pada saat memindahkan tanaman (dari persemaian) atau pada saat benih berumur 2-3 hari (Kuswandi, 1993).

========================================================

                                      I. METODE PELAKSANAAN
Pelaksanaan praktikum Dasar Dasar Ekologi Acara I yang Berjudul Salinitas Sebagai Faktor Pembatas Abiotik dilaksanakan pada hari Senin, 4 Maret 2013  di Labolatorium Ekologi Tanaman, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Pada praktikum ini alat-alat yang dipergunakan antara lain timbangan analitik, gelas ukur, erlenmeyer, alat pengaduk, peralatan tanam, dan penggaris. Bahan-bahan yang digunakan antara lain: tiga (3) macam benih, yaitu padi (Oryza sativa), ketimun (Cucumis cativus), dan kedelai (Glycine max), polybag, NaCl teknis, pupuk kandang, dan kertas label.

Cara kerja yang dilakukan adalah disiapkan polybag, lalu isi polybag yang tersedia dengan tanah sampai kira-kira 1 cm di bawah permukaan/ujung atas polybag. Kerikil, akar-akar tanaman, dan kotoran lain dibersihkan supaya tidak mengganggu pertumbuhan tanaman yang akan kita tanam. Tanah yang dimasukan ke dalam polybag dengan terlebih dahulu di campur pupuk kandang. Biji-biji dipilih yang sehat. Setelah itu masukan kelima biji yang sehat pada masing-masing polybag. Setelah itu ditanam, disiram selama 1 minggu. Penyiraman dengan menggunakan air biasa, hal tersebut ditujukan agar tanaman yang ingin diamati dapat tumbuh terlebih dahulu. Setelah tanaman berumur satu minggu, bibit tanaman yang kita tanam dijarangkan menjadi 2 tanaman setiap polybag dan pilih tanaman yang sehat. Lalu buat larutan NaCl  dengan konsentrasi 0 ppm, 2000 ppm, dan 4000 ppm. Gunakan aquades sebagai pembanding. Masing-masing konsentrasi larutan garam dituang pada tiap-tiap polybag sesuai perlakuan sampai kapasitas lapang. Volume larutan tiap-tiap polybag harus sama. Tiap polybag diberi label sesuai dengan perlakuan dan ulangan. Adapun tujuan pemberian lebel tersebut adalah agar mudah dibaca untuk mencegah tertukarnya dengan perlakuan lain saat pengamatan. Pemberian larutan garam dilakukan setaip 2 hari sekali dan setiap selang hari tersebut tetap disiram dengan air biasa dengan volume yang sama. Percobaan dilakukan sampai umur tanaman 21 hari. Setelah 21 hari dilakukan pemanenan. Pada waktu panen diusahakan agar akar tidak rusak atau terpotong. Sampai pengamatan yang terakhir (pada hari ke-21) diusahakan agar setiap 2 hari sekali dilakukan pengamatan terhadap tinggi tanaman dari saat pemberian pertama larutan garam. Pengamatan pada hari ke-21 meliputi pengamatan tinggi tanaman, pengamatan berat basah, pengamatan berat kering, pengamatan panjang akar, dan abnormalitas tanaman (klorosis pada daun dan sebagainya). Pada akhir percobaan, dihitung rerata tiga ulangan pada tiap perlakuan dari seluruh data yang terkumpul, selanjutnya dibuat kedalam grafik tinggi tanaman, panjang akar pada masing-masing konsentrasi vs hari pengamatan untuk masing-masing tanaman. 
======================================================




==============================================================

I.            PEMBAHASAN
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui dan mempelajari tanggapan tanaman  terhadap pengaruh  yang berbeda serta pengaruhnya bagi pertumbuhan tanaman. Keberadaan larutan garam tersebut sangat mempengaruhi tanaman karena tanaman merupakan organisme yang bersifat holofitik, artinya tanaman memanfaatkan cairan untuk melarutkan unsur hara agar tanaman dapat tumbuh. Tanaman akan kesulitan dalam menyerap larutan makanan, apabila viskositas larutan yang diserap sama atau lebih besar dari pada cairan di dalam tubuh tumbuhan tersebut. Semakin tinggi kadar garam yang terkandung di dalam larutan, maka tekanan osmotik  larutan di dalam tanah akan meningkat, sehingga ketersediaan air bagi tanaman juga akan berkurang.

Salinitas merupakan kadar garam yang terlarut dalam air. Perbedaan kadar atau konsentrasi pada garam sangat berpengaruh pada pertumbuhan hal ini dapat dimengerti karena menurut teori, kandungan kadar garam yang tinggi menyebabkan tanaman pada lahan salin sulit untuk menyerap air dari larutan tanah, fenomena tersebut menyebabkan terhambatnya metabolisme tanaman sehinggga tanaman kering.

Perbedaan kadar garam akan mempengaruhi pertumbuhan beberapa jenis tanaman. Namun hal ini tidak terjadi pada jenis tanaman tertentu. Tanaman budidaya adalah contoh tanaman yang pertumbuhannya terganggu saat kadar garam semakin tinggi. Menurut hukum Toleransi Shelford, organisme mempunyai batasan minimum dan maksimum terhadap setiap faktor lingkungan yang mempengaruhinya. Kutub-kutub tersebut dikenal sebagai batas toleransi, yang berbeda untuk setiap spesies organisme. Dalam praktikum ini, dilakukan percobaan pengaruh salinitas terhadap tiga macam tanaman, yaitu padi (Oryza sativa), ketimun (Cucumis cativus), dan kedelai (Cucumis cativus).

Praktikum ini menggunakan tiga perlakuan konsentrasi garam, yaitu dengan konsentrasi 0 ppm, 2000 ppm, dan 4000 ppm serta pengukuran dilakukan selama 8 hari. Dengan perlakuan dan lama pengamatan tersebut diharapkan sudah menunjukkan respon tanaman terhadap salinitas. salinitas mempunyai pengaruh yang sangat penting terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Melalui percobaan yang sederhana akan dilakukan analisis untuk membandingkan kenyataan dengan teori yang ada. Pembahasan akan ditekankan pada pembahasan grafik dan histogram dari hasil pengamatan terhadap tanaman padi, mentimun dan kedelai.

      A.    Tinggi Tanaman
Tinggi tanaman mulai diamati setelah tanaman berumur satu minggu. Dari tabel di dapat hasil bahwa pertumbuhan terjadi pada semua perlakuan baik konsentrasi 0 ppm,2000 ppm, maupun 4000 ppm. Dalam lingkungan pertumbuhan terdapat unsur-unsur yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tinggi tanaman. Ketika unsur yang tersedia sesuai dengan kebutuhan, maka pertumbuhan tinggi tanaman akan berjalan dengan baik. Namun, ketika unsur tersebut melebihi kapasitas lingkungan, maka pertumbuhan tinggi tanaman akan terhambat.

1.      Padi (Oryza sativa)




                Dari grafik diketahui bahwa tanaman padi terus mengalami pertumbuhan tinggi tanaman meskipun pada perlakuan yang berbeda. Pertumbuhan tinggi tanaman yang terjadi berbeda pada konsentrasi 0 ppm, 2000 ppm, maupun 4000 ppm. Pada ketiga perlakuan, pertumbuhan tinggi padi pada hari pertama sampai dengan hari ke delapan tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Padi dapat tumbuh dengan normal, meskipun pada hari ke delapan, tanaman padi dengan perlakuan konsentrasi garam sebanyak 0 ppm menunjukkan tinggi padi yang paling tinggi. Pada perlakuan 4000 ppm, pertumbuhan dari hasil pertama sampai hari ke delapan menunjukkan pertumbuhan tanaman padi yang lebih rendah.

Padi merupakan tanaman halofit yang toleran terhadap salinitas. Pada konsentrasi yang tidak terlalu tinggi, justru padi akan tumbuh dengan baik. Karena garam dapat membantu proses pertumbuhan tanaman. Ion garam (Na) berguna untuk proses transfer dalam tanaman, namun dalam jumlah yang berlebih akan mengganggu proses pengambilan air dan garam mineral dalam tanah.

1.      Mentimun (Cucumis cativus)

Pada grafik tinggi tanaman mentimun dapat diketahui bahwa tanaman mentimun dengan perlakuan 4000 ppm menunjukkan hasil tinggi yang maksimum jika dibandingkan dengan perlakuan 0 ppm dan 2000 ppm. Dari pengamatan hari pertama sampai dengan hari kedelapan, tanaman mentimun selalu menempati posisi tertinggi. Sementara pada perlakuan 2000 ppm dan 4000 ppm, tinggi tanaman mentimun cenderung sama.

Dari grafik di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tanaman mentimun rentan  terhadap lingkungan salin karena tidak terjadi perbedaan tinggi yang mencolok antara tanaman dari perlakuan ketiga tersebut. Dari hasil pengamatan juga diketahui bahwa tanaman mentimun dengan perlakuan kadar salin sebanyak 4000 ppm memiliki pertumbuhan yang baik. Sehingga dapat dikatakan bahwa mentimun termasuk tanaman glikofit. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa tanaman mentimun termasuk golongan tanaman glikofit.

1.      Kedelai (Cucumis cativus)

Dari grafik tinggi tanaman kedelai dapat diketahui bahwa tanaman kedelai dengan perlakuan 4000 ppm menunjukkan tinggi tanaman yang paling tinggi. Perbedaan yang terjadi antar perlakuan sangat signifikan. Hal ini dapat dilihat pada pengamatan hari kedelapan yang menunjukkan perbedaan tinggi tanaman kedelai yang sangat berbeda. Tanaman kedelai terendah terjadi pada perlakuan 0 ppm. Pada pengamatan hari ke tiga, tanaman kedelai dengan kadar salinitas sebesar 0 ppm sudah menunjukkan perbedaan. Hasil tinggi tanaman pada hari kedelapan menunjukkan tinggi tanaman setinggi 45,8 cm. Sementara pada hari ke delapan tanaman kedelai dengan  perlakuan 2000 ppm menunjukkan tinggi yaitu 50,8 cm. Dan perlakuan 4000 ppm menunjukkan tinggi tanaman yang paling tinggi, yaitu 55,8 cm.

Dari grafik tersebut, dapat disimpulkan bahwa tanaman kedelai baik ditanam pada lingkungan yang salin. Tinggi tanaman kedelai pada 4000 ppm menunjukkan tinggi tanaman yang lebih tinggi. Jadi tanaman kedelai termasuk tanaman yang tahan terhadap lingkungan yang salin tetapi sampai batas kadar salin tertentu dan disebut sebagai tanaman euhalofit.

       B.    Panjang Akar
Akar merupakan bagian tanaman yang digunakan untuk mengambil air dan zat hara dari tanah. Akar merupakan bagian tumbuhan yang sangat penting karena melalui akar, mineral-mineral dan unsur hara tanaman dapat diangkut ke atas untuk proses pertumbuhan tanaman. Apabila pertumbuhan akar terganggu, maka proses metabolisme tanaman juga akan terganggu. Akar dibedakan menjadi dua, yaitu akar tunggang dan serabut. Panjang akar juga dipengaruhi oleh kadar salinitas dalam tanah.


Dari histogram diatas dapat diketahui bahwa bahwa pada perlakuan 0 ppm, panjang akar yang paling panjang adalah jenis tanaman kedelai disusul mentimun lalu padi. Hal ini menunjukkan bahwa saat tanah bersifat non salin (0 ppm), tanaman yang paling subur adalah kedelai (dilihat dari panjang akar). Namun, hal itu bukan faktor utama dalam kesuburan tanaman. Panjang akar tanaman dapat juga ditentukan oleh faktor genetik dan hormon tanaman itu sendiri yang menyebabkan panjang akar lebih panjang, atau karena ciri khusus dari tanaman itu sendiri memiliki panjang akar yang panjang.


Berdasarkan histogram panjang akar diatas, menunjukkan bahwa pada perlakuan 2000 ppm, panjang akar yang paling panjang masih pada tanaman kedelai disusul mentimun lalu padi. Seperti halnya sebelumnya, histogram di atas juga menunjukkan bahwa saat perlakuan 2000 ppm, tanaman yang paling subur adalah kedelai (dilihat dari panjang akar). Namun, jika tanaman kedelai dibandingkan antara perlakuan 0 ppm dan 2000 ppm, maka kesuburan tanaman paling subur yaitu pada perlakuan 2000 ppm. Hal itu jelas karena pada perlakuan 2000 ppm panjang akar kacang panjang mencapai angka 21 cm, sedangkan pada perlakuan 0 ppm hanya 20 cm. Namun, jika yang dibandingkan adalah tanaman mentimun dan tanaman padi, maka hasilnya keliru, bahwa antara perlakuan 0 ppm dan 2000 ppm yang paling panjang adalah perlakuan 0 ppm.


Dari histogram panjang akar diatas, menjelaskan bahwa pada perlakuan 4000 ppm, panjang akar yang paling panjang masih tetap sama pada jenis kedelai disusul mentimun lalu padi. Seperti hal sebelumnya juga, histogram di atas juga menunjukkan bahwa saat perlakuan 4000 ppm, tanaman yang paling panjang (subur) adalah kedelai (dilihat dari panjang akar). Jika tanaman kedelai dibandingkan dengan perlakuan 0 ppm, maka kesuburan tanaman paling subur yaitu pada perlakuan 0 ppm. Hal itu jelas karena pada perlakuan 0 ppm panjang akar kacang panjang mencapai angka 20 cm, sedangkan pada perlakuan 4000 ppm tidak mencapai angka 20 cm. Namun, jika tanaman kacang panjang pada perlakuan 4000 ppm dibandingkan dengan perlakuan 2000 ppm, maka hasilnya lebih panjang pada perlakuan 2000 ppm. Hal ini jelas memilki beberapa faktor yang menyebabkan anomali hasil tersebut. Salah satunya yaitu saat pencucian tanaman, mungkin akarnya ikut tercabut sehingga panjangnya berkurang atau saat mengukur panjang akar kurang pas dan teliti.

Dari grafik panjang akar, dapat diketahui bahwa panjang akar tiap-tiap tanaman pada tiap-tiap perlakuan menunjukkan panjang yang berbeda. Tanaman mentimun dan padi menunjukkan panjang akar terpanjang pada perlakuan 0 ppm, sementara tanaman kedelai menunjukkan panjang akar terpanjang pada perlakuan 2000 ppm. Tanaman mentimun mempunyai akar terpanjang pada perlakuan 0 ppm yaitu setinggi 18,35 cm. Sementara pada perlakuan 2000 ppm dan 4000 ppm menunjukkan panjang akar yang sama yaitu 15,2 cm. Dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa mentimun merupakan tanaman glikofit.

Tanaman padi menunjukkan panjang akar terpanjang pada perlakuan 0 ppm, yaitu setinggi 7,4 cm. Sementara pada perlakuan 2000 ppm menunjukan panjang akar yaitu 6,4 cm. Pada perlakuan 4000 ppm menunjukkan panjang akar terpendek yaitu hanya sepanjang 6 cm. Hal ini menunjukkan bahwa padi merupakan tanaman halofit yang rentan terhadap kadar garam yang tinggi.

Tanaman kedelai dengan panjang akar terpanjang yaitu pada perlakuan 2000 ppm, yaitu sepanjang 21 cm. Sementara pada perlakuan 4000 ppm menunjukkan panjang akar terpendek yaitu sepanjang 18,2 cm. Pada perlakuan 2000 ppm tanaman kedelai menunjukkan pertumbuhan akar yang lebih baik dibandingkan pada 0 ppm dan 4000 ppm. Tanaman kedelai merupakan jenis tanaman euhalofit. Namun dari hasil pengamatan akar, akar tanaman kedelai tidak menunjukkan hal itu. Hal ini dapat dikarenakan pada saat pemanenan, akar tanaman kedelai banyak yang terputus dan tertinggal dalam media tanam. Perbedaan media tanam tiap-tiap media juga mempengaruhi panjang akar kedelai.

Semakin panjang akar suatu tanaman maka dapat dikatakan pertumbuhan tanaman tersebut semakin baik. Namun hal ini juga tidak mutlak. Panjang tanaman juga merupakan bentuk adaptasi tanaman ketersediaan air dalam tanah. Ketersediaan air dalam tanah akan terganggu dengan banyaknya konsentrasi garam dalam tanah.

Kadar garam tinggi mengakibatkan tekanan osmosis larutan tanah daerah perakaran turun, dan timbulnya pengaruh ion spesifik sehingga terjadi tekanan fisiologis. Pengendalian timbulnya garam atau salinitas tergantung seluruhnya pada air , yaitu mutu dan pengolahannya. Dengan demikian, karena tanaman padi toleran terhadap kadar garam, maka tanaman padi akan dapat tumbuh dengan baik pada lahan yang basah. Pada lahan basah yang mengandung banyak air akan membantu menetralisir kadar garam yang terkandung dalam tanah.

      C.    Berat Segar dan Berat Kering
Setelah tanaman padi, kedelai dan mentimun dipanen dan dibersihkan dari kotoran, tanaman tersebut di timbang berat basahnya. Setelah di timbang berat basah, tanaman tersebut dimasukkan kedalam kantong kertas dan di oven. Setelah itu tanaman di timbang berat keringnya. Grafik berat basah dan berat kering dari  masing-masing tanaman terhadap tiga macam perlakuan dapat dilihat dari grafik dibawah ini:


Grafik ini menunjukkan berat kering dan berat basah pada pada perlakuan 0 ppm terhadap tanaman mentimun, padi dan kedelai. Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa berat kering tanaman berbanding lurus dengan berat basah tanaman. Tanaman mentimun mempunyai berat basah dan berat kering tertinggi, diikuti dengan tanaman padi dan tanaman kedelai. Pada perlakuan 0 ppm, berat basah mentimun sebesar 8,9 gr sedangkan berat keringnya sebesar 1,2 gr. Pada tanaman padi berat basah pada perlakuan 0 ppm yaitu sebesar 0,53 gr dan berat keringnya sebesar 0,343 gr. Tanaman kedelai pada perlakuan 0 ppm menghasilkan berat basah sebanyak 3,63 gr dan berat kering sebesar 1,08 gr. Tanaman mentimun merupakan jenis tanaman yang menyerap banyak air, sehingga mempunyai berat basah tertinggi dari pada tanaman padi dan kedelai.


 Pada perlakuan 2000 ppm, mengasilkan berat basah dan berat kering lebih sedikit dibandingkan dengan perlakuan 0 ppm. Pada tanaman mentimun menunjukkan berat basah sebesar 7,67 gr dan berat kering sebesar 1,12 gr. Pada tanaman padi menunjukkan berat basah sebesar 0,45 gr dan berat kering sebesar 0,2 gr. Sedangkan pada tanaman kedelai emnunjukkan berat basah sebesar 3,66 gr dan berat kering sebesar 1,17 gr. Pada perlakuan  2000 ppm, mentimun menunjukkan berat kering dan berat basah terberat.

Secara umum, adanya garam terlarut pada tanah dapat menaikkan tekanan potensial osmotik pada akar, sehingga tanaman yang terkena cekaman salinitas akan mengakibatkan naiknya tekanan osmotik pada akar tanaman. Hal tersebut nantinya dapat menurunkan jumlah air yang diambil oleh akar tanaman. Rendahnya jumlah air yang dapat digunakan oleh tumbuhan mengakibatkan tanaman jagung tidak dapat memecah molekul air menjadi O2 untuk proses fotosintesis. O2 diperlukan tanaman untuk melakukan proses metabolisme. Dengan sedikitnya O2 maka proses  metabolisme tanaman akan terganggu sehingga pertumbuhan tanaman terhambat. Akibatnya berat tanaman yang dihasilkan menjadi lebih ringan.


Pada grafik perlakuan 4000 ppm dapat diketahui bahwa tanaman mentimun mempunyai berat basah sebesar 8,47 gr dan berat kering sebesar 0,88 gr. Tanaman padi mempunyai berat basah sebesar 0,39 gr dan berat kering sebesar 0,29 gr. Sedangkan pada tanaman kedelai menunjukkan berat basah sebesar 3,7 gr dan berat kering sebesar 1,16 gr.

Dari hasil pengamatan terhadap tiga grafik diatas dapat diketahui bahwa pada perlakuan 0 ppm menghasilkan berat basah dan berat kering terbesar. Hubungan berat segar dan berat kering  tanaman dengan pertumbuahan yaitu jumlah kadar air yang dapat diserap oleh tanaman. Jika tanaman dapat menyerap secara optimal kadar air yang ada di dalam tanah tanah maka berat segar dan berat keringnya akan tinggi dibandingkan dengan tanaman yang menyerap air secara tidak  optimal. Kadar garam berlebih dalam tanah berbahaya bagi tanaman dalam pertumbuhannya. Hal ini disebabkan  tanaman kehilangan air akibat proses evaporasi. Kandungan garam yang tinggi pada tanah akan mengganggu proses penyerapan air sehingga akan terjadi pengurangan berat segar dan berat kering tanaman tergantung pada toleransi tanaman terhadap tanah salin.

D.    Jumlah Daun
1.      Padi


Grafik diatas menunjukkan bahwa tanaman padi dengan perlakuan garam sebanyak 0 ppm menghasilkan tanaman padi dengan jumlah daun terbanyak. Hal ini dapat dilihat dari pengamatan pada hari ke delapan. Pada hari kedelapan menunjukkan hasil daun tanaman padi sebanyak 4. Sedangkan rata-rata daun yang dihasilkan pada perlakuan 2000 ppm dan 4000 ppm menghasilkan daun padi dengan rentan yang rendah namun dengan jumlah yang hampir sama. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman padi merupakan tanaman dengan tingkat toleran terhadap kondisi lingkungan yang salin.

2.      Mentimun

Grafik 1.5 Jumlah Daun Mentimun
Pada grafik jumlah daun mentimun dapat diketahui bahwa tanaman mentimun menghasilkan daun terbanyak pada perlakuan 2000 ppm. Sementara pada perlakuan 0 ppm menghasilkan jumlah daun yang sedang. Pada perlakuan 4000 ppm menghasilkan jumlah daun yang palig rendah. Walaupun tanaman mentimun termasuk tanaman yang cukup rentan terhadap salinitas, tetapi keadaan optimum pertumbuhan daun dicapai pada keadaan 2000 ppm.

Tanaman mentimun mengandung kadar air yang tinggi, jika ditanam pada lahan salin dapat menghambat pertumbuhannya, dan jika pada kadar garam yang tinggi dapat mengakibatkan tanaman ini mati. Karena kandungangaram yang tinggi menyebabkan tanaman pada lahan yang salin sulit menyerap air dari larutan tanah, sehingga etabolism tanaman akan terhambat dan tanaman dapat mengalami kekeringan. Pada pengamatan ini tanaman mentimun menunjukkan jenis tanamna glikofit.

3.      Kedelai


Grafik 1.6 Jumlah Daun Kedelai

Dari grafik diatas dapat diketahui bahwa jumlah daun terbanyak terdapat pada perlakuan 0 ppm dan 2000 ppm. Sementara pada perlakuan 4000 ppm menunjukkan angka pertumbuahn daun yang rendah. Tanaman kedelai termasuk tanaman yang tahan terhadap keadaan salin, namun tanaman kedelai dapat mengahsilkan banyak daun pada kondisi yang kadar salinya rendah sampai sedang.

Stress garam dan stress air memiliki hubungan yang langsung. Jumlah garam yang tinggi pada media akan menurunkan potensial osmotik sehingga tanaman kesulitan menyerap air hingga yang menyebabkannya mengalami kekeringan fisiologis. Kesulitan tanaman dalam mengambil air dari media, juga menyebabkan pengambilan beberapa unsur hara yang berada dalam bentuk ion terlarut dalam air menjadi terhambat. Keberadaan salah satu unsur mineral dalam jumlah berlebih pada tanah akan menyebabkan gangguan terhadap ketersediaan serta penyerapan unsur mineral yang lain.

Salinitas menyebabkan gangguan pada proses metabolisme tanaman. Penurunan laju fotosintesis juga dapat dikaitkan dengan prilaku stomata. Pada tanaman yang mengalami stress garam, dimana juga mengalami defisiensi air, kosentrasi CO2 pada kloroplas menurun karena berkurangnya konduktansi stomata

 Salinitas/ cekaman garam dapat menimbulkan keracunan. Beberapa anion seperti Cl dapat menyebabkan kerusakan membrane sel yang cukup parah dalam jumlah berlebih dan menyebabkan kebocoran pada membrane sel. NaCl dapat menyebabkan kerusakan pada komponen fotosintesis. Perusakan membrane oleh NaCl merupakan dasar dari asumsi keracunan tanaman oleh garam Bentuk monovalen dari ion Na dapat menggantikan jembatan divalen ion Ca sehingga melemahkan jembatan Ca yang menjadi penguat struktur membrane sel.
 ==========================================================

 I.            KESIMPULAN
1.      Salinitas mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan  tanaman sehingga terdapat 3 klasifikasi tanaman berdasarkan respon terhadap salinitas yaitu golongan halofit, glikofit, dan euhalofit. Salinitas akan mempengaruhi tinggi tanaman, jumlah daun, panjang akar, berat segar dan berat kering tanaman. Perubahan itu tergantung pada kadar salinitas yang diberikan kepada tanaman dan tingkat toleransi tanaman terhadap salinitas.
2.      Tanaman padi (Oryza sativa), kedelai (Glycine max L.), dan mentimun (Cucumber sp) termasuk tanaman yang toleran terhadap salinitas, tetapi masing-masing mempunyai toleransi yang berbeda.
3.      Padi (Oryza sativa) termasuk tanaman golongan halofit sebab toleran terhadap salinitas pada media tanamnya.
4.      Mentimun(Cucumis sativus) termasuk tanaman golongan glikofit sebab rentan terhadap salinitas pada media tanamnya.
5.      Kedelai (Glycine max) termasuk tanaman golongan euhalofit sebab tidak tepengaruhi salinitas pada media tanamnya.
6.      Tanaman yang mampu beradaptasi pada lingkungan salin akan tumbuh dan berkembang dengan baik di lingkungan salin.

 =========================================================


DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2012. Ekologi. < http://id.wikipedia.org/wiki/ekologi >. Diakses tanggal 7           Maret 2013.
Jamil, M., Lee, D.B., and Jung K.Y. 2006. Effect of salt (NaCL) stress on germination and early seeding growth of four vegetables species. European      Agriculture Journal 7:274-279.
Kuswandi. 1993. Pengapuran Tanah Pertanian. Kanisius, Yogyakarta.
Lewis, E.L. 2011. Background paper and supporting environment protection.         Canadian Environment Protection 21:124-127.
Odum, E.P. 1983. Basic Ecology. Saunders College Publishing, USA.
Prasetyo, R.J. 2010. Faktor Pembatas Ekosistem. <   http://www.try4know.co.cc/2010/03/faktor-pembatas-ekosistem.html >.        Diakses tanggal 7 Maret 2013.
























Tidak ada komentar:

Posting Komentar